Sabtu, 04 April 2015

A Long Journey


TULISAN : ANAK MAMAH



Dulu, sewaktu aku masih duduk di bangku SMP, seriiiing banget orang-orang bilang aku anak mamah. Alasannya, karena kalau mau kemana-mana harus izin mamah dulu, bilang mamah dulu, pulang jam berapa, kerumah siapa, sama siapa? Dan sederet persyaratan lainnya. Awalnya agak ga suka sih dibilang anak mamah, karena terkesan aku ini anak manja. Padahal mah, gak ngerasa manja-manja sama mamah. Sekarang, ketika sudah “agak” dewasa, kenapa “agak” dewasa? Karena sampai saat ini pun mamah masih seperti itu sama aku, bahkan sama kakak-kakakku yang sudah menikah.
Semakin tumbuh dan berkembang, aku mulai mengerti kenapa mamah bersikap seperti itu. Karena mamah sayang dan sangaaat perhatian sama anak-anaknya. Wajarlah ya, semua orang tua pasti punya cara masing-masing untuk menunjukkan rasa sayang mereka. Apalagi, aku dan kesebelas kakakku adalah perempuan. Aku baru tahu juga, ketika sudah “agak” dewasa bahwa anak perempuan harus benar-benar dijaga, bukan berarti anak lelaki ga usah dijaga, bukan. Tapiii penjagaan terhadap perempuan harus lebih lebih protektif karena perempuan harus terjaga kehormatan dan kesuciannya J
Sekarang aku mengerti, ketika aku sudah “agak” dewasa. Bahwa kita, adalah memang anak mamah, bukan anak mamah yang orang-orang bilang (baca: manja). Tapi, memang anak mamah yang sesungguhnya. Yang masih merengek-rengek ke mamah, ada masalah curhat ke mamah, perlu ini perlu itu, yang dicari mamah.
Memang ketika kita berada di dekat mamah, bawaannya pengen manja-manjaan, pengen ini pengen itu dibuatin sama mamah, padahal udah gede. Jadi, wajar aja ketika anak-anak kecil bermanja-manja ketika ada mamahnya. Bersikap manis ketika mamah atau papahnya ada urusan diluar rumah. Tapi kalo mamah sama papahnya kembali, mereka bermanja-manjaan lagi atau gangguin mamah papahnya.
jadi, tak perlu malu kalo dibilang anak mamah. Karena memang sampai kapanpun, sampai ketika kita sudah menikahpun, kita adalah anak mamah JJ

1 April 2015
Nenden Munawaroh