Selasa, 25 November 2014

Tulisan : Dengan Cara Kita Sendiri



Kita akan (saling) jatuh cinta dengan cara kita sendiri. Tidak peduli orang lain mau berkata seperti apa, kita menikmati setiap waktu yang membuat jarak semakin dekat. Kita akan jatuh cinta dengan cara kita sendiri. Bukan dengan banyaknya pesan yang dikirim, bukan pula dengan banyaknya bunga yang diberikan. Apalagi sekadar ucapan salam. Tidak ada semua itu.
Kita akan saling jatuh cinta dengan cara kita sendiri. Dengan buku yang sama, yang kita baca. Dengan tulisan yang sama, yang kita tulis. Dengan tidak memberi tahu satu sama lain bahwa masing-masing kita sedang sibuk berdoa. Kita akan saling jatuh cinta dengan cara kita sendiri. Tidak ada pertemuan yang sering, tidak pernah ada telepon yang berdering. Tidak ada semua itu.
Kita akan saling jatuh cinta dengan cara kita sendiri. Dengan menulis catatan perjalanan rasa yang masing-masing kita miliki. Tidak bisa diterjemahkan oleh orang lain selain kita sendiri. Tidak akan dipahami maknanya kecuali oleh kita sendiri. Dan kita bahagia karena ternyata kita jatuh cinta dengan cara yang aman.
Kita akan saling jatuh cinta dengan cara kita sendiri. Tanpa memberi tahunya, tanpa pernah menyebut namanya di depan orang lain. Dan kita akan tetap berjalan dengan cara kita sendiri. Tidak peduli orang mau bilang apa. Kita menikmati setiap kali kita jatuh, setiap kali kita merasa aman bahwa cinta kita jatuh pada orang yang tepat.
Bandung, 22-23 November 2014 | (c)kurniawangunadi

Senin, 17 November 2014

Tulisan : Mengelola Ekspektasi

Dalam perjalanan yang kita buat, kita (mungkin) akan bertemu dengan seseorang yang cukup baik budinya, sopan lakunya, menyenangkan bicaranya, (terlihat) menarik kepribadiannya, cukup baik agamanya. Seseorang yang membuat kita berpikir bahwa (mungkin) dia adalah seseorang yang selama ini kita tunggu kemunculannya. Seseorang yang berhasil membuat kita cukup nyaman dan aman. Seseorang yang berhasil membuat kita berpikir sekaligus berangan-angan. Meski memiliki banyak kekurangan, kita lebih merasa banyak kecenderungan.


Kita berpikir seratus langkah lebih jauh setiap kali dia melakukan sesuatu. Kita menduga-duga bagaimana perasaannya kepada kita sebab kita tidak pernah tahu. Kita menerka apakah dia begitu baik hanya kepada kita atau memang pada dasarnya dia baik kepada semua orang.
Kita membuat sebuah analisis sederhana tentang pertanyaan ‘jika’ dan ‘seandainya’. Kita (mungkin) memikirkan bagaimana bila hidup ini dijalani dengannya. Betapa bahagianya, betapa menariknya, dan betapa serunya.

Saat itu terjadi, sejatinya kita sedang membiarkan diri kita lepas dari pijakan. Kita sedang melangkah ke arah yang tidak kita tahu jauhnya, terbang dan tidak kita tahu tingginya. Dan kita tidak siap tersesat pun tidak siap jatuh.

Kita harus pandai mengelola ekspektasi kita terhadap seseorang, siapapun itu. Karena kita mungkin sedang diuji, mungkin pula kita memang sedang dianugerahi. Kita tidak tahu itu sebuah ujian atau sebuah anugerah. Selama kita tidak tahu kepastiannya, selama itu pula kita harus menjaga ekspektasi kita terhadap seseorang. Sebab rasa nyaman (dan aman) kepada seseorang itu jauh lebih berbahaya dari jatuh cinta.

Stasiun Malang, Jawa Timur | 10 November 2014 | (c)kurniawangunadi
via - http://kurniawangunadi.tumblr.com/


#repost #reminding

Rabu, 05 November 2014

Cermin dari Seorang Sahabat


Kota Hujan, 28 Oktober 2014

Sore itu, hujan turun cukup deras. Aku dan dua orang sahabat menanti hujan reda sambil menikmati makan siang yang sangat terlambat.
Tapi kami tetap menikmatinya, meski perutku sudah sedikit mual karena terlambat makan. 
Salah satu sahabatku, terlihat sedikit pucat. Memang sejak kemarin dia mengeluh sudah tidak enak badan. 
Wajar saja, karena cuaca yang berubah-ubah, sehingga kondisi tubuh kita lebih sering terserang penyakit. 
Selain itu, mungkin karena dia masuk angin akibat perjalanan jauh yang harus dia tempuh pulang pergi menuju kampus. 
Aku yang sama-sama mengendarai motor dengan jarak rumah menuju kampus lebih dekat dibandingkan dia saja, sering kali masuk angin.
Aku sangat kagum pada dua sahabatku ini.. Meski mereka cukup lelah melakukan aktivitas sebelum kuliah yaitu mengajar, tetapi senyum tak pernah lepas dari bibir mereka. Kadang aku malu, aku mungkin tak selelah mereka, tapi kalau tidak mood sedikiiit saja, pasti bawaannya pengen cemberut.

Ah, aku memang harus terus berkaca pada orang-orang disekitarku.. Banyak sekali hal-hal yang belum aku pahami sepenuhnya..
Bahkan tentang kesetiaan mereka-pun sangat aku acungi jempol. 

Ketika hujan mulai sedikit reda, kami memutuskan untuk pulang. Meski dengan jaket seadanya, kami nekat saja.. Karena langit sudah semakin gelap, teringat kekhawatiran orang tua jika kami pulang terlalu malam. 

Karena hujan masih terus turun, aku memutuskan untuk memakai jaket sekaligus menutup tas, sehingga punggungku terlihat agak menggelembung. Aku bertanya pada dua sahabatku itu, apakah ini terlihat aneh? 
"Nggak kok, nggak.." begitu jawab mereka sambil tertawa kecil. Meski sebenarnya aku tahu mereka berbohong untuk meyakinkan aku. 
"Ahh, yang bener?" Tanyaku lagi untuk lebih meyakinkan.
Dan masih sama saja jawaban mereka. Ah, sudahlah biarkan saja sekali ini, aku terlihat aneh. Memang sebelumnya gak aneh ya? hehehe

Akhirnya aku dan sahabatku mengendarai motor masing-masing. Biasanya dia selalu berada di depan motorku, tapi kali ini, aku yang lebih dulu. 
Aku terus saja melihat ke arah spion, memperhatikan dia yang sedang tertawa-tawa. 
Huhh.. pasti dia tertawa melihat bentuk anehku dari belakang. 
Aku pura-pura ngambek, ketika motornya bersisian denganku. 
Tapi gelak tawanya malah membuatku ikut tertawa, menertawakan kekonyolan kita. 

Alhamdulillaah.. aku sangat menikmati hujan dan keberkahannya. 

Setiap kali aku tertinggal agak jauh, biasanya mereka menungguku di pinggir jalan, kemudian ketika melihatku, melanjutkan perjalanan bersama.
Mungkin hal ini sering orang-orang lakukan, tapi ketika konvoi atau rombongan. 
Tapi hal ini, selalu aku rasakan ketika pulang kuliah bersama mereka.. 

Indaah sekali yaa Rabb... 
Terima Kasih telah menghadiahkan mereka di kehidupanku...

Tapi, Sudahkah aku menjadi sahabat terbaik untuk mereka? 

Minggu, 02 November 2014

Keutamaan Puasa Asyura


1- Puasa di bulan Muharram adalah sebaik-baik puasa.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ
“Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah – Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim no. 1163).
2- Puasa Asyura menghapuskan dosa setahun yang lalu
Dari Abu Qotadah Al Anshoriy, berkata,
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ ». قَالَ وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ
“Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ditanya mengenai keutamaan puasa Arafah? Beliau menjawab, ”Puasa Arafah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Beliau juga ditanya mengenai keistimewaan puasa ’Asyura? Beliau menjawab, ”Puasa ’Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162).
3- Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam punya keinginan berpuasa pada hari kesembilan (tasu’ah)
Kenapa sebaiknya menambahkan dengan hari kesembilan untuk berpuasa? Kata Imam Nawawi rahimahullah, para ulama berkata bahwa maksudnya adalah untuk menyelisihi orang Yahudi yang cuma berpuasa tanggal 10 Muharram saja. Itulah yang ditunjukkan dalam hadits di atas. Lihat Syarh Shahih Muslim, 8: 14.
# Tahun ini (1436 H), tanggal 9 dan 10 Muharram jatuh pada hari Ahad dan Senin (2 dan 3 November 2014).
Semoga kita bisa menjalaninya dan jangan lupa sampaikan pada istri, anak, kerabat dan rekan-rekan muslim lainnya.
—-
M. Abduh Tuasikal,

reposted via http://phyqchan.tumblr.com/

ayoo kita Puasa ^_^

Satu dari Seribu



Anggaplah aku satu dari seribu.
Jika orang lain mencintaimu dengan mengejarmu, aku hanya bisa tersenyum seraya menunduk kepadamu, bergurau dengan canda tawa di hadapanmu demi menutupi wajahku yang merona merah…menutupi diriku yang sesungguhnya sangat salah tingkah ketika bersamamu.
Anggaplah aku satu dari seribu.
Jika orang lain mencintaimu dengan mengejarmu, aku hanya bisa mengirimkan beberapa sms semangat, yang kemudian kuhentikan karena merasa ada yang tidak benar dengan mengirimkan sms-sms itu…sejujurnya jari-jariku ini terasa gatal tiap kali aku membuka kontak di ponselku dan melihat namamu ada di dalamnya.
Anggaplah aku satu dari seribu.
Jika orang lain mencintaimu dengan mengejarmu, semakin hari aku semakin takut berada di dekatmu, aku menahan diriku agar dapat sejarang mungkin berkomunikasi denganmu…kemudian aku perlahan menjauh, ketika hatiku mulai bergemuruh hanya dengan melihat sosokmu, ketika mataku senantiasa menemukan dirimu, tak peduli ada berapa banyak orang di sekitar kita, tak peduli seberapa jauh jarak antara aku dan kamu.
Anggaplah aku satu dari seribu.
Jika orang lain mencintaimu dengan mengejarmu, aku mulai gelisah…dan aku mulai menceritakan tentangmu kepada Sang Pembolak-balik hati, kutitipkan hati dan harapanku kepadaNya…lalu kusebutkan namamu di tiap do’a dalam sujud-sujudku, dan tak ada satupun do’a yang memohonkan agar aku bisa memilikimu, semua do’aku tiada lain senantiasa dan selalu…agar kamu menemukan kebahagiaan dalam hidupmu.
dengan cara itulah aku mencintaimu.